|
Teman Kelas XI IPA ² SMA YPK OIKOUMENE MANOKWARI |
TRAGEDI DI PORONGGOLI KAB.YAHUKIMO OLEH BAPAK ORGENES PEYON
Klaus: “Suatu peristiwa yang
menyakitkan dan Bagan 1mengagetkan kami semua terjadi pada hari sabtu
sebelum minggu paskah pada tahun 1979 di Poronggoli. Pada pagi hari
kepala suku NINGGI dengan para pengingkutnya yang suda sejak lama
menentang Allah Wene dan tetap mempertahankan jimat-jimat mereka dan
mengikat Penginjil ORGENES PEYON dari Apahapsili di Kampung Lulupteng
dalam rumahnya dan memukulnya dengan beringas, sehingga dia tidak bisa
keluar, istri Orgenes yang terpaksa harus melihat kejadian mengerikan
itu langsung berlari untuk melaporkan peristiwa yang tejadi ke pos misi
Poronggoli. Akan tetapi seorang pria melihatnya melarikan diri,
megejarnya dan menangkapnya saat suda sampai di pos missi Poronggoli dan
kemudian membunuh dia dan anak-anaknya dengan kapak. Mereka
langsungsung meninggal ditempat. Anak yang tertua berusia 6 tahun,
sedangkan adiknya masih bayi. Penginjil Simon Kabak yang sekarang
memimpin pos missi Poronggoli saat kejadian tersebut sedang duduk dengan
para Penatua di Gereja untuk mempersiapkan ibadah paskah. Pada saat
hampir persamaan beberapa pria mengundang seorang pemuda dari dewan
kambung ke lulupteng dengan alasan dimintai bantuan untuk menyelesaikan
sebuah masalah pertikaian yang terjadi. Ketika pemuda itu tiba di
Lulupteng dia juga di bunuh dengan menggunakan kapak dan mayatnya
dibuang ke dalam sungai. Pemuda itu adalah Hendrik Kabak seoarang pemuda
yang telah di baptis, pintar dan aktif. Selin itu juga seorang kepala
suku dari pileam di ikat dan di pukuli, karena dia mendorong warganya
untuk ukut ibadah. Seorang kepala suku lainnya, yaitu Usante dari
poronggoli juga di incar untuk dibunuh, tetapi dia berhasil melarikan
diri ke Angguruk. Sementara itu Orgenes berhasil melepas tali-tali
pengikatnya dengan menggesekkan tali-tali itu pada sebuah pisau yang
tertancap di dinding kayu dan kemudian ia melarikan diri. Baru pada sore
harinnya dia berani keluar dari tempat persembuninya dan secara
berlahan menuju pos missi Poronggoli, kerena dia menjangka bahwa pos
missi itu pasti telah diserang. Disana dia kemudian mendengar berita
bahwa istri dan kedua anaknya telah dibunuh mati. Berita itu merupakan
pukulan yang sangat berat baginnya ketika harus melihat mayat-mayat
angota-anggota keluarga yang dicintainyayang terpotong-potong. ,ah lebih
baik seandainnya jika aku tetap di honai itu dan kemudian di bunuh
juga, maka sekarang aku akan berada bersama-sama dengan mereka di tempat
kemudian dibunuh juga,
maka sekarang aku akan berada bersama-sama dengan mereka di tempat kemudian allah’, katanya.”
|
Onan Peyon dan Bare Peyon (Foto: Iwili Hararap) |
|
ENIAS PEYON DAN ONAN PEYON (FOTO: IWILI HARARAP |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar